Beberapa hari terakhir ini berseliweran di media sosial link berita tentang Bonus Atlet Porprov kontingen Riau yang belum terbayarkan. Sebagai orang yang pernah menjadi pengurus cabor dan pernah menjabat sebagai Ketua KONI Tingkat Kota, muncullah rasa simpati.

Simpati pada atlet dan pelatih yang terus berupaya menuntut hak nya. Juga simpati pada pemerintah yang terus berusaha mencari Solusi terbaik mengingat keterbatasan anggaran. Meskipun Atlet dan Pelatih belum menerima sepenuhnya dari opsi solusi pemerintah provinsi Riau.

Sontak saya membayangkan atlet yang bertanding. Lalu kemudian mendadak dada ikut deg-degan, tangan ikut mengepal, dan akhirnya ikut haru saat sang atlet berdiri gagah di podium sambil menerima kalungan medali.

Namun perlu diingat. Sebelum bisa berdiri di podium dan melambaikan tangan ke kamera, ada ribuan jam latihan yang mereka lalui. Ada luka pada kaki, ada cidera yang tak semua bisa sembuh. Bahkan, ada atlet yang harus meninggalkan sekolah atau menunda kuliah demi bisa fokus latihan. Yang mereka korbankan bukan cuma waktu dan tenaga, tapi juga mimpi pribadi.

Begitu juga pelatih, tiada hari berpikir dan bekerja merancang dan melaksanakan program Latihan. Bercucuran keringat, memeras otak, mengontrol emosi dan harus menahan makian publik jika mengalami kegagalan.

Maka wajar dan pantas jika Negara memberikan Bonus atau reward atau hadiah uang tunai kepada para atlet dan pelatih berprestasi adalah satu hal yang mereka terima.

Bahkan tak cukup hanya itu saja. Harus ada jaminan masa depan mereka yang telah berjuang mengharumkan nama Daerah. Misalnya saja besiswa Pendidikan, pekerjaan ataupun usaha di bidang olahraga itu sendiri.

Yang sering jadi ironi adalah: perhatian dan pujian, serta bonus, hanya datang saat mereka menang. Tapi begitu pertandingan usai dan sorotan media pindah ke hal lain, banyak atlet kembali ke kehidupan yang biasa-biasa saja. Bahkan ada yang harus banting setir cari pekerjaan lain karena karier atletnya sudah habis.

Bonus juga bukan hanya sensasi. Bukan sebagai ajang pamer: “Tuh, pemerintah kasih miliaran!”. Bonus itu bukan untuk jadi headline semata, tapi bentuk nyata penghargaan terhadap prestasi dan proses.

Nah, Kembali kepada keterbatasan anggaran. Setelah menjalani ujian kompetisi dan berhasil menang, sekarang saatnya memasuki ujian kesabaran. Menurut saya tidak ada Solusi lain. Terima dulu apa yang tersedia, dan bangun komitmen untuk membayarkan sisa. Kalaupun tidak bisa di Tahun ini, masih ada tahun berikutnya.

“Nanti sisanya tak dibayarkan”. Pasti terlintas pemikiran itu. Tapi yang Namanya rezeki gak akan kemana. Jika pada saat pertandingan ada Faktor Tuhan yang ikut serta kita libatkan, kenapa pada saat menerima hasil kita ragu dengan Takdir Tuhan.

Jangan sampai ibarat pepatah, mengharapkan hujan turun, air di tempayan ditumpahkan

Tapi ini hanya saran yaaa….

Saya hanya bisa berdo’a agar pemerintah cepat keluar dari masalah keterbatasan anggaran ini. Semoga saja…!!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *