
Pagi tadi (Selasa, 29/04/2025), saya bangun dengan satu misi: mengantar Deeva ke sekolah dengan selamat, kenyang, dan rapi. Mamanya udah berangkat lebih dulu, karena ada kegiatan pagi di sekolah tempat ia mengajar. Jadi semua urusan rumah jatuh ke saya. Nggak masalah. Saya udah biasa kok: mulai dari nyiapin bekal, mandiin anak, sampai milih baju.
Deeva ini anak yang luar biasa… kalau soal tidur. Susah bangun, susah diajak mandi, apalagi disuruh buru-buru. Tapi saya udah paham polanya. Jadi saya siap. Setelah sedikit rayuan, dua kali angkat, dan tiga kali ancaman “ya sudah, gak usah sekolah lagi…”, akhirnya dia bangun juga. Mandi, gosok gigi, dan siap-siap pasang baju
Semua harus buru-buru. Jam sudah menunjukkan pukul 07.45. Sementara jadwal masuk kelas pukul 07.30. Hmmm… maklum masih TK, tapi memang gak baik juga kebiasaan telat.
“Ayo deeva, kita pasang baju” saya meminta deeva bergerak lebih cepat.
Nah, bagian milih baju ini ternyata jadi titik awal petaka kecil pagi itu
Saya buka lemari, mata masih agak sepet, dan langsung ambil kostum motif garis-garis. Tanpa mikir Panjang, saya yakin hari ini kostumnya emang motif garis.
Deeva nggak protes. Mungkin karena dia masih ngantuk. Atau mungkin karena percaya ayahnya pasti tahu apa yang dia lakukan.
Sat set, pasang baju dan Sepatu selesai. Go… Kami naik motor, seperti biasa, menuju RA Uniq yang jaraknya lima kilometer dari rumah. Udara pagi segar, jalanan agak lengang, dan saya merasa seperti ayah teladan: semua lancar, semua terkendali.
Sampai akhirnya… kami tiba di sekolah.
Anak-anak lain pakai baju bebas. Sementara Deeva? Belum kami turun dari sepeda motor, deeva keliatan cemberut. Matanya berkaca. Gak pede untuk turun motor.
Dia menatap saya dengan ekspresi yang susah dijelaskan. Gabungan antara bingung, malu, dan mungkin sedikit ingin pulang. Saya langsung sadar: saya salah hari. Harusnya baju garis itu dipakai hari Rabu. Sekarang Selasa. Selasa itu kostum bebas.
Saya menatap wajah deeva lebih dekat dan bertanya, “Deeva mau pulang ganti baju?”
Dia angguk kecil dengan mata berkaca kaca.
“Oke. Nggak usah sedih. Kita cus pulang Ganti baju” saya berusaha menjaga deeva tetap semangat. Saya ambil posisi dan tancap gas pulang. Di jalan, saya nggak ngomel, dia juga nggak ngomong. Tapi dalam hati saya mikir: “Yah, jadi ayah ternyata nggak cukup hafal ukuran sepatu anak. Jadwal baju juga harus hafal.”
Sampai rumah, kami ambil baju yang ternyata sudah disiapkan di gantungan lemari didalam kamar. Kami berangkat lagi, jadi makin terlambat, tapi gak apa-apa yang penting deeva dengan ekspresi wajah yang jauh lebih cerah dari sebelumnya.